Refleksi Musran NU Kedungasem


Musyawarah Ranting NU Kedungasem telah berhasil dihelat pada Ahad, 9 Agustus 2020. Kegiatan dengan agenda utama pemilihan Rois dan Ketua Tanfidziyah untuk masa khidmat 2020 - 2025 diklaim sebagai kegiatan musyawarah yang mengikuti tata aturan sesuai AD/ART Jam'iyyah Nahdlatul Ulama.

Pelaksanaan
Panitia secara kinerja telah mengundang warga NU yang diwakili oleh takmir masjid, mushola, Banom : Muslimat, Fatayat, dan IPPNU yang telah memenuhi gedung MWC NU Rungkut, bakda isya 

Desain latar-pun menggunakan LCD proyektor, tak lupa dilengkapi administrasi yang meliputi : daftar kehadiran, materi tata tertib pemilihan, hingga laporan pertanggung jawaban pengurus periode yang akan demisioner, dan berita acara kegiatan

Begitu juga kehadiran pengurus di jajaran harian tanfidziyah dan syuriah ranting Kedungasem, ditambah hadir pula Rois dan Ketua Tanfidziyah MWC NU Rungkut menambah lengkap dan paripurnanya acara. Hingga saat pembacaan demisioner kehadiran pengurus hariannya masih lengkap

Nuansa "sakral", ditunjang penggunaan teknologi informasi menjadikan kegiatan seperti arena "muktamar", ataupun setidaknya sebuah contoh penataan organisasi yang sudah modern

Sekilas konfigurasi perpaduan antara tokoh sepuh, senior, dan golongan muda yang telah hadir menjadikan suasana seperti kesatuan utuh hasil kaderisasi yang telah berhasil dibangun oleh para pengurus dengan mata rantai komunikasi yang efektif

Dalam pembahasan tata tertib diselingi interupsi yang menunjukan momentum tersebut mulai menghangat dengan menjunjung tinggi demokrasi

Pemilihan
Saat pemilihan Ahlu Halli Wal Aqdi (AHWA) nama KH. Cholil Chasin sebagai tokoh central yang melanggeng terpilih lagi menjadi Rois untuk yang kedua kalinya. Hal ini menunjukkan sosok sang kyai Kedungasem menjadi panutan dan disegani oleh warganya.

Pada saat pemilihan Ketua Tanfidziyah, peserta yang memilki hak suara mulai tampak pemetaannya saat tahap pencalonan. Dengan syarat mendapatkan suara minimal lima suara, muncul tiga besar : Ustadz As'ad Ichya', Ustadz Moch. Yusuf dan Ustadz Fahrur Rozy

Ketiga nama tersebut memiliki basis pemilih yang berbeda, yang pertama adalah kultural sebagai kader tradisional yang telah senior; yang kedua adalah incumbent yang bagi pendukungnya masih layak untuk memimpin dua periode; sedangkan yang ketiga adalah figur yang dimunculkan "Rallying Figur" sebagai alternatif solusi bagi golongan millenial yang smart, humble, dan menguasai wawasan keagamaan pula.

Dari pemilik 55 suara yang menentukan pemilihan, munculah Ustadz As'ad Ichya' sebagai pemegang suara terbanyak.

Residu
Pasca Musran, residu pemilihan pastilah ada. Diskusi masyarakat menjadi cerita yang menarik dengan berbagai versi sudut pandang analisisnya masing-masing.

Tetapi mekanisme organisasi NU yang pola kaderisasinya sudah dibakukan, akan menjadi catatan tersendiri bagi PRNU Kedungasem, karena Rois dan Ketua Tanfidziyah belum pernah mengikuti Madrasah Kader Nahdlatul Ulama (MKNU). Sebuah pelatihan bagi kader yang disiapkan menjadi pengurus NU hasil amanah muktamar NU tahun 2015 di Jombang.

Apakah konsolidasi penyusunan kelengkapan pengurus nantinya akan menempatkan alumni MKNU menduduki peranan yang strategis ?

Ataukah menjadi uji materi bahwa tanpa sertifikasi MKNU bakal mampu pula mengelola organisasi secara Jam'iyyah ?

Bagaimanapun, faksi-faksi yang telah muncul dipermukaan saat arena Musran harus direduksi dan disatukan kembali bagi ranting yang menjadi tempat "ibukota" Jam'iyyah Nahdlatul Ulama Kecamatan Rungkut, sekaligus yang menjadi parameter kehidupan berjamaah dan berjam'iyyah ahlusunnah wal jamaah An-Nahdliyyah di wilayah yang dikelilingi perpaduan geopolitik : Industri, akademik, pesantren, pertokoan, indekost, apartemen, dan kehidupan "urban" yang kosmopolit.

Kita tunggu kiprahnya......

Onny Fahamsyah
(Wakil Sekretaris MWC NU Rungkut)




Komentar